saya sedang menyukai konsep mencintai diri sendiri. kali pertama memahami konsep ini saat menonton drama Korea It’s Okay, That’s Love.
Serial itu menceritakan tentang laki-laki dan perempuan yang saling jatuh cinta, namun terkendala gangguan psikologis pada diri masing-masing. Padahal, tokoh utama perempuan itu seorang psikiater.
Orang-orang di sekitar mereka juga diceritakan mempunyai gangguan psikologis yang bisa saja mengancam jiwa.
Di akhir cerita, setelah tokoh utama laki-laki bisa melawan gangguan psikologisnya, dia mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri. Setiap hari.
Sebagai penulis sekaligus penyiar radio, dia sering mengutarakan konsep terima kasih itu saat mengudara.
Orang-orang yang mendengarkan pun mengikuti dia. Banyak yang mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri di depan cermin sambil tersenyum.
Menurut saya, konsep ini sangat bagus. Setiap orang memiliki risiko mengalami gangguan psikologis.
Ucapan terima kasih kepada diri sendiri dapat meringankan beban gangguan tersebut. Atau bahkan membawa diri sendiri kepada mental yang sehat.
Saat berdiri di depan cermin, saya berusaha tidak lagi berpikir buruk atau melihat bayang-bayang wajah dan tubuh orang lain. Saat berdiri di depan cermin, saya tidak lagi dihantui prestasi gemilang orang lain.
Saat berdiri di depan cermin seraya mengucapkan terima kasih, saya berusaha melihat betapa indah diri saya. Betapa Tuhan telah sangat baik membentuk saya seperti sekarang ini.
Memang sempat ada cacat atau luka di belakang sana, tetapi bukankah saya sudah mampu memenangkannya?
Jadi, terima kasih, Birgitta Ajeng.