Kelas Jurnalistik untuk Para Calon Pastor di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara

Aku mengisi kelas menulis di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta Pusat. (Foto Birgitta Ajeng)

Kata-kata tidak hanya menciptakan cerita, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menginspirasi, memengaruhi, dan bahkan memberdayakan sekaligus mengubah cara pandangan seseorang terhadap dunia. Untuk bisa mencapai tujuan-tujuan tersebut, seorang pewarta harus memiliki keterampilan menulis.

Atas latar belakang itu, aku menghadirkan pelatihan ini untuk tujuh frater (calon pastor) yang sedang menempuh Pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta Pusat, pada 10-11 Januari 2014. 

Aku memperkenalkan dua jenis utama karya jurnalistik, yahni berita dan feature. Jika berita berfokus pada fakta yang aktual, feature menawarkan pendekatan yang berbeda. Tulisan jenis ini menggabungkan kreativitas, emosi, dan sudut pandang unik, sehingga mampu menyentuh pembaca secara lebih personal.

Aku memulai hari pertama pelatihan dengan pengenalan konsep dasar jurnalistik, dari formula 5W+1H hingga pentingnya memilih sudut pandang yang menarik. Aku ingin para peserta memahami struktur tulisan yang baik.

Aku mengisi kelas menulis di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta Pusat. (Foto Birgitta Ajeng)

Dengan begitu, mereka dapat memahami bahwa menulis bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga membuat pembaca terhubung secara emosional.

Hari berikutnya, kelas terasa lebih dinamis. Aku mengajak peserta menulis cerita pendek berdasarkan pengalaman mereka. Tantangan ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga melibatkan keberanian untuk menggali ide dan mengolahnya menjadi tulisan utuh. Setiap peserta juga mempresentasikan hasil tulisan mereka di depan kelompok, sehingga membuka ruang untuk diskusi dan masukan yang membangun.

Aku mencoba memberikan pelatihan yang lebih dari sekadar teori. Jadi, aku tidak hanya mengajak peserta menulis dengan baik, tetapi juga memanfaatkan tulisan untuk menyampaikan pesan yang bermakna.

0 Comments