Banyak orang tua menganggap mempersiapkan anak masuk SMP sebatas persoalan akademik dan biaya pendidikan. Padahal, ada aspek lain yang gak kalah penting: kesiapan emosional dan sosial anak. Kalau gak diberi ruang eksplorasi dan pengembangan diri di fase awal remaja, anak bisa mengalami role confusion yang bisa berlanjut hingga dewasa.
Apa sih role confusion dan dampaknya terhadap anak? Sebelum menjawab hal itu, yuk, kita menyelami bagian otak anak saat memasuki usia remaja awal untuk memahami perubahan-perubahan yang terjadi di sana.
Menurut psikolog anak, remaja, dan keluarga, Hesty Novitasary, perkembangan otak anak di usia 12-13 tahun sangat pesat, terutama dalam beberapa area penting yang memengaruhi emosi, kesenangan, dan pengambilan keputusan.
Bagian otak yang berkembang pesat adalah limbic system, yang mengatur emosi, serta nucleus accumbens, bagian otak yang berkaitan dengan rasa senang dan kepuasan.
“Inilah mengapa banyak remaja sangat menyukai game atau hobi tertentu hingga sangat attach dengan aktivitas tersebut,” ujar Hesty dalam webinar Ready for School bersama Kinderfield Highfield School Depok, Sabtu (8/5).
Akan tetapi, ada satu bagian otak yang belum matang: prefrontal cortex. Bagian ini bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengendalian diri, dan baru akan berkembang sepenuhnya di usia 21-23 tahun.
Akibatnya, meskipun anak SMP sudah memahami konsep benar dan salah, mereka masih kesulitan mengendalikan emosi dan keinginan mereka. Ditambah dengan perubahan hormon, mereka menjadi lebih sensitif dan mudah terpengaruh lingkungan.
Usia SMP adalah Fase Pencarian Jati Diri
![]() |
Ilustrasi. (Foto: Unsplash) |
Selain perubahan di otak, anak usia SMP juga mengalami perkembangan fisik yang pesat. Pubertas memicu pertumbuhan tinggi badan yang signifikan, bahkan beberapa anak kelas 5 atau 6 SD sudah memiliki tinggi yang hampir menyamai orang dewasa.
Perubahan ini juga diiringi dengan lonjakan hormon yang memengaruhi suasana hati, cara mereka berinteraksi, serta pola pertemanan. Pada usia ini, penerimaan dari teman sebaya pun sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar.
Secara psikososial, menurut teori Erik Erikson, anak di fase ini berada dalam tahap pencarian jati diri. Mereka mulai bertanya pada diri sendiri, "Siapa aku?" atau "Aku ini sebenarnya seperti apa?".
Gak heran jika mereka sangat tertarik dengan tes kepribadian dan mulai mencari tahu apakah mereka ekstrover atau introver. Proses ini merupakan bagian dari upaya mereka membentuk identitas diri dan memahami peran mereka di lingkungan sosial.
Masa-masa ini juga menjadi periode krusial bagi anak untuk mengenali minat dan bakatnya. Pengalaman mereka di kelas 4-6 SD sering kali masih terbawa hingga awal SMP, menjadi bahan refleksi atas apa yang mereka sukai dan bagaimana mereka ingin berkembang di masa depan.
Risiko Role Confusion Bila Anak Tak Punya Ruang Eksplorasi
![]() |
Ilustrasi. (Foto: Unsplash) |
Namun, apa yang terjadi jika anak gak diberikan ruang untuk mengeksplorasi dirinya? Mereka bisa mengalami role confusion—kondisi di mana seorang remaja kesulitan memahami identitas dirinya, tujuan hidupnya, dan perannya dalam lingkungan sosial.
Anak yang berhasil menemukan identitasnya akan lebih percaya diri dan memiliki arah yang jelas tentang apa yang ingin mereka capai. Sebaliknya, anak yang mengalami kebingungan peran cenderung merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri, bingung menentukan prinsip hidup, dan kesulitan menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya.
“Beberapa remaja sering kali merasa insecure, kesepian, tertinggal dari teman-temannya, atau kecewa karena tidak mencapai sesuatu yang mereka inginkan,” jelas Hesty.
Kondisi ini bisa berdampak pada kehidupan sosial, akademik, dan emosional mereka. Jika gak ditangani dengan baik, kebingungan peran ini bisa berlanjut hingga dewasa dan menghambat perkembangan diri mereka di masa depan.
Persiapan Masuk SMP: Lebih dari Sekadar Ganti Seragam
Transisi dari SD ke SMP memerlukan dukungan orang tua, baik dalam aspek akademik maupun sosial. Hesty menjelaskan bahwa agar anak lebih siap dan percaya diri, ada beberapa keterampilan yang perlu diperkuat:
- Kemampuan membaca dan matematika. Materi pelajaran di SMP lebih kompleks dibanding SD, sehingga pemahaman membaca dan keterampilan matematika perlu ditingkatkan.
- Critical thinking. Kemampuan berpikir kritis, memahami materi, dan menggali informasi lebih dalam sangat penting untuk pembelajaran di SMP.
- Kemampuan interaksi sosial. Pada usia ini, penerimaan dari teman sebaya sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar. Anak yang merasa tidak diterima di lingkungan sosialnya bisa merasa insecure dan kehilangan semangat belajar.
- Self-management skill. Dengan meningkatnya tugas sekolah dan kompleksitas materi, anak perlu belajar mengatur waktu dan tanggung jawabnya dengan lebih baik.
Dengan persiapan yang matang, transisi ke SMP dapat berjalan lebih lancar, sehingga anak dapat beradaptasi dengan lebih baik dalam lingkungan barunya.
0 Comments